NESABAMEDIA.COM – Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 Tahun 2020 yang mengatur masalah pajak transaksi elektronik, akan mulai berlaku pada 1 Juli mendatang. Dalam peraturan tersebut, nantinya pemerintah akan memiliki hak untuk menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen terhadap perusahaan digital yang produk atau layanannya beroperasi di Indonesia.Â
Dengan demikian, sejumlah layanan digital seperti Netflix, Facebook, Zoom dan sejenisnya akan memiliki kewajiban untuk menyetor pajak ke pemerintah Indonesia. Namun rupanya kebijakan pemerintah Indonesia untuk menerapkan pajak transaksi elektronik terhadap perusahaan digital itu mendapat tentangan dari pemerintah Amerika Serikat.Â
Melalui Kantor Perwakilan Dagang Amerika (USTR), Donald Trump disebut-sebut sangat marah terkait penerapan peraturan baru itu. Bahkan Trump tidak akan segan memberikan sanksi yang tegas terhadap pemerintah Indonesia jika peraturan tentang pajak transaksi elektronik itu benar-benar diterapkan.Â
Akan tetapi kemarahan Trump terhadap peraturan Kementerian Keuangan itu dianggap terlalu berlebihan oleh sejumlah pihak. Pakar perpajakan menjelaskan jika sebenarnya isu perpajakan atas transaksi elektronik merupakan isu lama dan sebuah hal yang wajar untuk diterapkan oleh sebuah pemerintahan. Terlebih, sebenarnya tidak hanya Indonesia saja yang menerapkan pajak terhadap transaksi elektronik, namun hampir seluruh negara di dunia juga menaruh perhatian akan masalah ini.Â
Alasan kemarahan pemerintah Amerika Serikat tentang perpajakan transaksi elektronik ini justru mengkerdilkan pemikiran mereka. Selama ini Amerika dianggap terlalu berlebihan jika pajak transaksi elektronik merupakan bentuk diskriminasi terhadap pelaku usaha yang sebagian berasal memang berasal dari negeri Paman Sam itu. Dengan memberikan hukuman tegas, justru tindakan Trump tersebut bisa memicu perang dagang dalam skala besar.Â
Saat ini sudah banyak sekali negara yang telah menerapkan aturan perpajak transaksi elektronik seperti Inggris, Australia, Jepang hingga India. Terlebih, perusahaan digital merupakan salah satu sektor yang cukup stabil meski kondisi global sedang terpuruk. Seperti saat ini di mana dunia sedang dilanda wabah pandemi, pendapatan perusahaan digital hampir tidak tersentuh dampak negatif. Malahan, pendapatan mereka semakin meningkat berkali-kali lipat. Sebut saja seperti Netflix dengan layanan streaming filmnya, Facebook dengan jejaring sosialnya ataupun Zoom dengan layanan live conference-nya.Â
Jadi sudah sangat wajar bagi pemerintah Indonesia untuk kemudian mencari sasaran pajak baru terhadap sektor yang selama ini memang belum tersentuh. Tentu saja sektor ICT (Information, Communication & Technology) atau sektor usaha yang memanfaatkan teknologi digital dan jaringan internet sebagai pondasi utamanya. [br/tn]
Editor: Muchammad Zakaria
Download berbagai jenis aplikasi terbaru, mulai dari aplikasi windows, android, driver dan sistem operasi secara gratis hanya di Nesabamedia.com: