NESABAMEDIA.COM – Layanan komunikasi Azure baru saja dirilis oleh Microsoft, sebagai pengembangan dari platform Cloud Azure, yang memungkinkan pengembang menambahkan video, panggilan suara, dan pesan teks ke dalam website, aplikasi dan platform mobile.
Kelebihannya, pengembang tidak lagi harus membuat kode dari 0, namun tinggal memanfaatkan kode baris dari Microsoft API (Application Programming Interface) untuk mendapatkan fitur-fitur yang ada di Azure. Tentu saja, metode ini akan menghemat waktu, mengurangi kesalahan pemrograman, dan mudah untuk diestimasi kebutuhannya daripada harus mengembangkan program komunikasi sendiri.
Strategi yang diterapkan Microsoft ini seperti tidak terlalu asing. Karena sejatinya sudah ada Twilio, sebuah layanan berbasis cloud yang sebelumnya menawarkan layanan semacam ini.
Lalu apa yang membuat Microsoft hingga ‘menjarah’ lapak dagangan dari Twilio dan apa strategi yang mereka gunakan?
Di bawah pimpinan Satya Nadella sejak menjabat sebagai CEO pada tahun 2014 lalu, Microsoft memiliki jargon “Mobile first, cloud first”, sebuah strategi untuk ‘mengekang’ pengguna akan kebutuhan perangkat berbasis Windows dan aplikasi di dalamnya.
Cara yang dilakukan Microsoft yakni dengan membuat sebuah hubungan yang sangat erat antara Windows dengan layanan berbasis cloud. Tengok saja seperti aplikasi Office yang diubah menjadi serangkaian layanan cloud dan memperluas jangkauan Azure hingga menjadi infrastruktur cloud terbesar kedua di dunia menyaingi layanan cloud milik Amazon.
Evolusi menjadikan layanan pada perangkat Windows menjadi cloud, rupanya membuahkan hasil. Pendapatan Microsoft dari layanan berbasis cloud itu meroket sebesar 36 persen, menjadi lebih dari USD50 miliar dan menjadi sumber pendapatan terbesar ketiga perusahaan selama kurun waktu tahun 2020 ini.
‘Menjarah’ lapak dari Twilio yang selama ini berkutat dalam bisnis layanan cloud, seperti menjadi pelengkap dari strategi yang sedang dibangun oleh Microsoft. Hal ini juga secara tidak langsung membawa Microsoft menjadi penantang terberat layanan cloud milik Amazon.
Haruskan Twilio khawatir dengan strategi Microsoft ini?
Saat ini Twilio masih enjoy dengan kinerja perusahaan yang mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 44 persen pada tahun 2017, meningkat lagi sebesar 63 persen pada 2018, dan tahun lalu mencetak rekor dengan mendapat peningkatan pendapatan sebanyak 75 persen. Peningkatan pada tahun lalu, tak dipungkiri dipengaruhi oleh langkah perusahaan untuk mengakuisisi SendGrid.
Sebelumnya, Twilio sudah memiliki rival berat seperti Uber, Nexmo juga Bandwith dan berhasil menjadi jawaranya. Namun Microsoft memiliki level yang jauh lebih tinggi daripada rival pendahulu Twilio. Terlebih, dengan paket layanan bernama Azure itu, serta kemampuan Microsoft untuk membuat layanannya menjadi bebas biaya atau gratis seperti yang terjadi pada Microsoft Teams dalam mengalahkan rival-rival yang berbisnis di aplikasi video conference itu.
Namun sejauh ini, Microsoft masih belum berorientasi pada keuntungan yang didapat dari layanan Azure. Dan oleh karena itu, Twilio harus menyiapkan dana yang jauh lebih besar agar bisa memenangkan kembali kompetisi di layanan berbasis cloud melawan Microsoft.
Di sini, Twilio dan para investornya tidak perlu untuk berkecil hati. Sebab banyak juga perusahaan yang mampu bertahan dari gempuran serangan yang dilakukan oleh Microsoft, contohnya seperti Slack.
Jika Twilio mampu melihat peluang, sebenarnya masih banyak yang bisa mereka lakukan dan kembangkan untuk menyiasati kompetisi di layanan berbasis cloud tersebut. Apalagi, sejauh ini Twilio masih mendapatkan kepercayaan dari para investor dan pelanggan, terbukti dari pendapatan dan market share mereka yang terus mengalami peningkatan.
Editor: Muchammad Zakaria
Download berbagai jenis aplikasi terbaru, mulai dari aplikasi windows, android, driver dan sistem operasi secara gratis hanya di Nesabamedia.com: